Sunday, September 11, 2011

Bertemu Dengan Ibu Rukmi Hadihartini, Direktur Operational PT. Pertamina


Ibu Rukmi Hadihartini, alumni Teknik Kimia angkatan 1972 menggambarkan pencapaian puncak karir yang dilandasi atas integritas dan kapabilitas, ketika ditanyai Ning Diana tentang kunci suksesnya ibu Rukmi berujar bahwa dalam bekerja dia menjaga betul integritas dan kapabilitas dalam bekerja. Beliau menggambarkan jika seseorang pernah berbuat curang dalam bekerja maka di tempat lain orang itu akan tetap dinilai curang meskipun dia berada di tempat yang baru dan tidak melakukan hal yang salah, begitu pula seseorang harus selalu mengasah skill dalam pekerjaannya, selama 22 tahun dari 31 tahun bekerja di Pertamina, ibu Rukmi bekerja sebagai insinyur kimia diantara dominasi insinyur laki-laki, sampai saatnya ditugaskan sebagai Manager Sistem, Direktur HRD, dan Direktur Operasional PT. Pertamina seperti saat ini.

Jumat, 9 September 2011, dalam rangka mencari sponsor untuk Kongres IKA ITS 2011, Ning Diana Fajarwati, alumni Teknik Kimia 94 mengajak saya, Imam Baihaqi, alumni Teknik Informatika 99 ke kantor pusat Pertamina yang berada depan Masjid Istiqlal untuk menemui ibu Rukmi Hadihartini, Direktur Operational PT. Pertamina untuk mengajukan proposal kegiatan Kongres IKA ITS yang akan diselenggarakan pada tanggal 6,7, dan 8 Oktober 2011.

Ketika Bpk Baihaqi Hakim direktur Pertamina di tahun 2001 meminta bu Rukmi untuk pindah sebagai Manager Sistem yang membawahi mayoritas lulusan Teknik Industri yang berjumlah ratusan, padahal sebelumnya beliau biasa membawahi enam insinyur dalam bekerja, ibu Rukmi merasa canggung karena beliau sudah 22 tahun bekerja sebagai insinyur kimia, tetapi menerima pekerjaan itu karena ibu Rukmi senantiasa berdoa agar selalu diberi jalan terbaik dalam pekerjaannya.

Ibu Rukmi adalah sosok yang hangat, selama hampir satu jam ibu Rukmi menceritakan kisahnya dengan antusias, beliau menanyakan nama kami, jurusan dan tahun kuliah kami, pekerjaan, ataupun jabatan kami di IKA atau di kepanitiaan, beliau juga bertanya ke saya apakah sedang berpuasa Syawal karena tidak mencicipi hidangannya. Ketika ning Diana menjawab dia adalah alumni Teknik Kimia angkatan 94, beliau menjawab bahwa selisih 22 tahun dengan angkatannya yaitu 72, beliau kemudian bercerita bahwa dimasanya, waktu kuliah adalah sebelas semester sehingga mahasiswa butuh waktu lima setengah tahun untuk lulus, beliau juga membandingkan kalau dulu tidak ada semester tetapi ada mahasiswa tingkat satu, tingkat dua, dst.

Kami dipersilahkan duduk di ruang tamu yang ada didalam ruang kerjanya, ruang kerja bu Rukmi ada di lantai lima gedung pusat Pertamina, hanya lift tertentu yang bisa ke lantai itu dan itu pun kami diantarkan oleh seorang karyawan, keluar dari lift kami menemui resepsionis yang duduk disamping seorang satpam, di seberangnya ada meja sekertaris bu Rukmi, kami duduk di ruang tunggu yang ada di depan meja respsionis, ada empat kursi yang ditata berhadapan 2-2, saya dan mbak Diana duduk bersampingan, di hadapan kami seorang bapak karyawan Pertamina yang juga menunggu untuk keperluan lain.

Sebetulnya untuk mengambil foto ataupun wawancara harus melalui prosedur tertentu dan ditemani oleh pihak Pertamina, tetapi karena hanya untuk internal ITS kami diperbolehkan oleh bu Rukmi untuk foto bersama dan membuat artikel untuk keperluan internal.

Ibu Rukmi seorang yang tepat waktu, kami berjanji bertemu pukul sembilan pagi, jam sembilan lebih seperempat sekertaris bu rukmi menyilakan kami masuk ke ruang kerja bu Rukmi, kami berpapasan dengan seorang Bapak yang baru ditemui bu Rukmi, begitu pula setelah acara sudah ada bapak dari Pertamina yang menemui bu Rukmi, selama berpapasan dengan orang-orang kami dengan bangga bahwa datang dari ITS. Ruang kerja bu Rukmi cukup luas, didalamnya ada meja kerja bu Rukmi dengan dua kursi di depan mejanya, di samping kirinya ada rak buku kecil yang berisi buku-buku yang ditata rapi, TV LED berukuran 21 inchi, kulkas kecil, dan beberapa rak atau meja di pojok-pojok ruangan. tidak banyak foto bu Rukmi yang dipajang di dinding, saya hanya melihat satu foto resmi bu Rukmi dan satu foto sepertinya ketika dalam acara bersama presiden SBY. Di seberang meja kerja ada ruang tamu berupa satu kursi untuk satu orang dan disamping kirinya ada kursi panjang yang cukup untuk tiga orang, kami dipersilahkan duduk dengan sajian kue lebaran yang masih ada.

Ibu Rukmi seorang yang bersahaja, beliau mengaku tidak membayangkan menjadi direktur, gaya hidupnya tidak berubah setelah menjadi direktur selama tiga setengah tahun, tahun 2008 ketika lima bulan lagi bu Rukmi menuju pensiun beliau dipercaya sebagai direktur HRD, saat ini bu Rukmi sudah berusia 58 tahun, sudah melewati usia pensiun, dan sudah tiga setengah tahun menjadi direktur, bagi bu Rukmi hal ini dijalani sebagai pengorbanan terlebih beliau juga masih berperan sebagai ibu dari anak-anaknya, pengorbanan itu semakin terasa ketika suaminya yang seorang dokter ditugaskan keluar kota. Dalam lingkungan keluarganya bu Rukmi juga sederhana, anak bu Rukmi yang bekerja di BRI pernah membandingkan bahwa direktur di BRI difasilitasi sangat mewah berbeda dengan yang dilakukan bu Rukmi sehari-hari. Dalam lingkungan kerja juga bu Rukmi tidak ada penjagaan yang ketat, hanya ada seorang sekertaris yang menemaninya dalam pekerjaan sehari-hari.

Beliau tidak tinggal di rumah dinas Pertamina, saat ini hanya ada dua direktur yang mengambil rumah dinas, salah satunya Ibu Karen, direktur utama Perrtamina, beliau bercerita pada awal menjadi direktur ada cerita yang bilang bahwa jika mengambil rumah dinas maka akan cepat lengser, beliau menceritakan contohnya salah seorang direktur setelah mengambil rumah dinas hanya menjabat selama tiga bulan. Beliau tinggal di rumah sederhana di Jakarta tanpa security khusus, rumahnya ada di perbatasan antara RT 13 dan RT 14, sehingga ada dua satpam RT yang setiap hari menjaga keamanan rumahnya, beliau tidak merasa perlu pindah ke rumah yang lebih besar hanya untuk menambah securty khusus.

Ibu Rukmi mencintai pekerjaannya yang sangat dia syukuri karena menerapkan apa yang ditekuninya ketika kuliah di jurusan teknik kimia, sama ketika beliau kuliah mencintai apa yang dipelajarinya, beliau menerapkan hukum Boile dan rumus kimia lain di tempat kerjanya. Ketika berada di tingkat tiga yaitu di tahun 1976 beliau diterima kerja ikatan dinas di Pertamina dan ditempatkan di Mojokerto, dia ingat bahwa dia mendapat gaji 50 ribu yang saat itu sangat banyak, cukup untuk bisa tinggal di rumah sendiri dan menyewa pembantu, beliau juga mendapat uang kuliah 60 ribu untuk satu tahun dari Pertamina.

Setelah menjadi karyawan pertamina di tahun 1980, ibu Rukmi di tempatkan di Plaju Palembang, beliau bersyukur karena suaminya seorang dokter yang ditempatkan di puskesmas di Plaju, beliau bekerja selama delapan tahun di kilang minyak yang ada disana sebelum akhirnya dipindahkan ke Jakarta.

Ibu Rukmi merasa ada talent kepemimpinan dalam dirinya yang didapat dari turun menurun, kakek beliau adalah gubernur Jatim, ayahnya seorang wakil gubernur, saudara-saudaranya juga menjadi pimpinan di tempat kerjanya seperti salah satu kakaknya yang meskipun menjadi dokter spesialis tetapi bekerja menjadi kepala Rumah Sakit di Surabaya. Begitu pula dalam test DDI, test di Pertamina, nilai yang paling menonjol adalah nilai kesetia kawanan, sampai sekarang pun bu Rukmi masih berhubungan baik dengan orang-orang, menjadi teman curhat teman-temanya, beliau bercerita bahwa menjadi satu-satunya yang menerima parsel dari salah satu orang Pertamina yang sudah pensiun.

Diakhir acara bu Rukmi mengantarkan kami ke pintu kerjanya sambil bercerita bahwa anak ITS harus lebih pede seperti ning Diana, beliau bilang bahwa orang-orang Pertamina mengira bahwa bu Rukmi orang ITB karena orang ITS identik dengan kurang percaya diri.